blog ini berisi tugas-tugas kuliah dari anak-anak kesehatan

VIRUS HERPES KOI (KHV)

Rabu, 18 Mei 2011


VIRUS HERPES KOI (KHV)

Virus herpes koi (KHV) merupakan nama virus yang menyebabkan penyakit herpes koi. Penyakit ini menyerang ikan koi dan ikan mas, bersifat akut dan ganas serta dapat menyebabkan kematian ikan secara massal dalam waktu yang relatif singkat.
Penyakit ini umumnya menyerang ikan mas dan koi ukuran konsumsi, terutama yang dipelihara secara intensif seperti pada kolam air deras dan karamba jaring apung.
 KHV memiliki ukuran diameter 170-230 nm, sedangkan nucleus berukuran 100-110 nm dengan bentuk icohedral.  Partikel inti berbentuk circular atau poligonal dengan diameter 78-84 nm dan ekstraseluler virus terbungkus sebagai virion matang  dengan diameter sekitar 133 nm Memiliki nama lain Cyprinid herpesvirus 3 (CyHV-3).
KHV memiliki 31 polipeptida virion dimana 12 diantaranya memiliki berat molekul yang sama dengan herpesvirus cyprini (CHV) dan 10 virion sama dengan channel catfish virus (CCV) (Gilad, et al., 2002). Genom KHV adalah molekul linear dsDNA dengan ukuran sekitar 270-290 kbp dan berbeda dibandingkan dengan herpesvirus lain yang sudah diketahui, diantaranya vaccinia virus (sekitar 185 kbp) dan herpes simplex virus type 1 (sekitar 150 kbp) (Hutoran, et al., 2005). Waltzek, et al. (2005) telah menunjukkan sekuen asam amino KHV pada gen DNA helicase (GenBank accession no. AY939857), intercapsomeric triplex (GenBank accession no. AY939859), DNA polymerase (GenBank accession no. AY939862) dan major capsid protein (GenBank accession no. AY939864).
KHV memiliki dua gen yang belum pernah didapatkan pada genome anggota herpesviridae, yaitu: thymidylate kinase (TmpK), serine protease inhibitor (Ilouze, et al., 2006a), dan menghasilkan sekurangnya empat gen yang mengkode protein yang sama dengan yang diekspresikan oleh virus pox, yaitu: thymidylate kinase (TmpK), ribonucleotide reductase (RNR), thymidine kinase (TK) dan B22R-like gene (Ilouze, et al., 2006b). Sekuen TK telah diisolasi dan dikembangkan untuk analisis PCR dan dapat mengamplifikasi fragmen template DNA KHV pada 409 bp dan tidak dapat mengamplifikasi fragment template CCV, CHV ataupun galur sel KF-1 (Bercovier, et al., 2005).
Distribusi geografis
Koi Herpes virus (KHV) yang menyerang ikan mas dan koi pertama kali ditemukan di Israel tahun 1997 (Doyle, 2003), kemudian Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa diantaranya Inggris, Denmark , Belanda.  Di Asia, KHV menyerang ikan mas dan koi  pada tahun 2002 di Indonesia, awal tahun 2003 di Taiwan dan terakhir di Jepang akhir tahun 2003 (Haenen, 2003).
Di Indonesia,  Koi Herpes Virus menyerang ikan mas dan koi pertama kali di Blitar pada bulan Maret 2002 , terus menyebar ke Jawa barat pada bulan April 2002,   Jawa Tengah dan Bali .  Pada bulan Februari 2003, penyakit ini menyebar ke  Pulau Sumatera.  (Sunarto  et al, 2002).
Pada bulan  September  2004 penyakit ini mewabah di  Kalimantan.  Tahun 2005,    Koi Herpes  Virus menyerang ikan mas di  Danau toba.  Penyebaran Koi Herpes Virus  yang semakin meluas ini  akibat adanya pengiriman ikan  dari daerah yang terinfeksi  sebelumnya.  Akibat wabah ini ,  kegiatan budidaya ikan mas  mengalami penurunan hingga sekarang.
Agen penyebab
Agen penyebab dari penyakit ini yaitu virus herpes koi (KHV) yang termasuk dalam family herpesviridae. Waltzek memasukkan virus tersebut ke dalam klasifikasi virusherpes dan menamakannya cyprinid herpesvirus 3 (CyHV-3) dengan mengikuti  nomenklatur  herpesvirus cuprinid lain: CyHV-1 (cacar virus pada ikan mas, papillomaikan) dan CyHV-2 (virus nekrosis haematopoietic pada ikan mas). Ukuran genome virusini diperkirakan mulai dari 150 kbp sampai 227 kbp, ada pula yang sampai 295 kbp.Virus KHV ini telah diidentifikasi dan di dalamnya terdapat empat gen coding untuk helikase, sebuah protein triplex intercapsomeric, DNA polymerase dan sebuah proteinkapsid utama. Rangkaian analisis dari gen tersebut menunjukkan bahwa KHV sangatdekat hubungannya dengan CyHV-1 dan CyHV-2.
KHV telah dapat dikonfirmasi sebagai agen penyebab penyakit masal yang menyebabkan kematian pada ikan mas dan koi berdasarkan pada data, sebagai berikut:
1) virus dapat diisolasi dari ikan yang sakit dan tidak dari ikan yang sehat (naive specimen),
2) inokulasi virus yang ditumbuhkan pada media sel sirip koi (KFC) dan menyebabkan sakit yang sama pada naive specimen,
3) ko-kultivasi sel ginjal dari spesimen yang diinduksi penyakit dapat menghasilkan virus yang sama ketika ditumbuhkan pada media KFC,
 4) transfer virus dari ikan sakit ke media kultur sirip ikan mas (CFC) dalam tiga siklus dapat dilakukan,
5) Isolasi virus yang diklon pada kultur jaringan dapat menginduksi penyakit yang sama pada ikan,
 6) Sera kelinci yang dibuat untuk melawan virus yang dimurnikan dapat berinteraksi secara spesifik dengan jaringan yang berasal baik dari ikan yang diinfeksi pada eksperimen ataupun dari ikan sakit dari kolam,
7) DNA viral telah didentifikasi pada KFC yang dinfeksi dan pada ikan sakit tetapi tidak dari ikan sehat. Identifikasi awal KHV ini telah memudahkan diagnosis penyakit dengan infeksi KFC, PCR dan metode immunologi (Ilouze, et al., 2006a).
Gejala klinis
Gejala klinis adalah tanda-tanda yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang atau secara kasat mata pada organ luar maupun pada organ dalam tubuh ikan.
Gejala khas penyakit KHV dapat dilihat dari kerusakan yang terjadi pada insang yang diawali dengan memucatnya warna insang dan selanjutnya terjadi kerusakan pada lembaran insang.  Pada kasus serangan yang parah, insang akan mengalami pendarahan.

                                   
        Gambar: Koi dengan insang berbintik-bintik dan mata cekung karena penyakit KHV
Selain gejala tersebut, tanda-tanda lain yang nampak adalah:
   Hilangnya nafsu makan
   Produksi lendir yang berlebihan
   Timbulnya infeksi sekunder berupa luka borok maupun melepuh di permukaan tubuh serta iritasi sirip
   Organ dalam seperti limfa dan ginjal mengalami perubahan warna atau rusak.
   Ciri lainnya adalah terjadinya kematian ikan secara cepat dalam satu populasi ikan.
Epidemiologi
Metode penyebaran (transmisi) KHV yaitu secara horizontal melalui media air sehingga ikan yang terinfeksi akan dengan mudah menginfeksi ikan lain yang sehat dengan cepat. Adanya kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi, makan cairan dari ikan terinfeksi dan air, lumpur atau fomites lain / vektor akan masuk ke dalam kontak dengan sistem terkontaminasi.  Virus infektif masuk ikan rentan melalui insang dan melalui usus (Disyon et al 2005.).  Tergantung pada suhu air, ikan rentan yang terkena KHV baik dapat menjadi terinfeksi, mengembangkan penyakit, dan mati atau dapat bertahan hidup pecahnya awal penyakit dan menjadi pembawa virus (OATA 2001). 
            Bergman et al.  (2006) terdeteksi KHV DNA dalam mas klinis sehat dan spesies lain ikan hias, menunjukkan bahwa spesies ini juga dapat membawa virus dan mungkin bisa terjangkit virus dan menyebabkan penyakit KHV pada ikan mas rentan. 
Menurut Hendrick  et al  (2000), penyakit KHV menyebabkan kematian yang besar dan bersifat sporadis pada ikan mas dan koi.  Suhu  optimal virus herpes yang menyebabkan kematian adalah 18-27oC.  Kematian  ikan akan menurun bahkan berhenti bila suhu air berada di atas atau dibawah kisaran optimal.  Serangan penyakit ini menunjukkan kematian yang sangat cepat, ikan akan terlihat sakit dan akhirnya mati dalam 24-48 jam.  Gejala klinis ikan yang terserang herpes antara lain adalah pendarahan pada insang, bercak pucat pada insang, mata cekung dan ikan gelisah (kadang tidak aktif  berubah menjadi sangat aktif atau sebaliknya) (OATA, 2001).
Penyebaran KHV (Koi Herpes Virus) terjadi Penyakit ini sangat berbahaya untuk budidaya ikan mas.  Penyakit ini dapat menyebabkan kematian yang tinggi. Penyakit ini dapat menyerang berbagai ukuran ikan mulai larva hingga induk, biasanya terjadi pada kisaran suhu (18-28) 0C dan dapat menyebabkan kematian 80-100% (Perelberg, et al., 2003; Gilad, et al., 2003; Ilouze, et al., 2006a). Pada ikan sakit, paling sering teramati luka pada insang, sisik, ginjal, limfa, jantung dan sistem gastrointestinal (Ilouze, et al., 2006a). Secara visual pada bagian eksternal tubuh, dapat teramati adanya warna sisik yang gelap dan nekrosis insang yang akut (Choi, et al., 2004) dan hemoragik pada dasar sirip punggung, sisip dada, dan sirip anus (Grimmett, et al., 2006), sedangkan secara histologi dapat teramati adanya perubahan pada insang berupa kehilangan lamela (Pikarsky, et al., 2004).
Lingkungan Yang Menunjang
Faktor lingkungan yang berperan dalam menunjang kehidupan virus pathogen ini antara lain adalah temperatur.  Temperatur optimum untuk hidup dan berkembang adalah 18-27°C.  Serangan yang mengakibatkan kematian ikan dengan cepat (2-3 hari), terjadi pada suhu 22-27°C.  Pada kasus wabah, mortalitas 80-100% terjadi dalam waktu 10 hari.  Sedangkan pada suhu 30°C keatas tidak terjadi kasus penyakit.

Diagnosa
Diagnostik identifikasi KHV dapat dicapai dengan metode langsung dan tidak langsung
a.    Metode langsung
Beberapa.  metode langsung adalah prosedur yang mendeteksi virus yang sebenarnya atau "potongan" virus.  metode tidak langsung prosedur yang quantitate respon kekebalan tubuh dengan mengukur kadar antibodi (Hedrick et al 2000;. OATA 2001; Goodwin 2003).
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi KHV meliputi:
1)   Isolasi dan identifikasi virus
Isolasi dan identifikasi virus (misalnya, tumbuh virus) dengan menggunakan garis sel rentan seperti Koi Fin (KF) baris sel {pertumbuhan optimal diamati pada suhu antara 59 ° dan 77 ° F (15 °  dan 25 ° C)}
2)   Teknik PCR
Teknik PCR yaitu, pengujian untuk kehadiran bahan DNA KHV.  Untuk tes diagnostik langsung, jaringan dikeluarkan dari ikan yang dikumpulkan hidup kemudian eutanasia.  Isolasi dan deteksi virus pada jaringan dari ikan yang mati lebih dari beberapa jam dapat diandalkan.  Non-mematikan tes diagnostik langsung tersedia pada sampel seperti darah, feces, lendir dan klip insang (yaitu, biopsi), tetapi tes ini dapat menghasilkan hasil yang kurang pasti atau kurang akurat.  Tes sel kultur positif menunjukkan adanya infeksi, yang aktif berlangsung dengan KHV.  deteksi DNA Positif KHV dengan PCR menunjukkan bahwa virus ada, sehingga mengidentifikasi sakit koi dengan KHV dan dapat mendeteksi beberapa operator KHV.
b.    Metode tidak langsung
Metode tes tidak langsung untuk KHV termasuk immunosorbent assay enzyme-linked (ELISA) dan netralisasi virus (VN) pengujian.  Tes-tes ini dapat dilakukan pada sampel darah dan, oleh karena itu, alat diagnostik non-mematikan.  ELISA atau VN dapat memberikan bukti bahwa ikan telah atau pada satu waktu memang memiliki respon kekebalan tubuh (yaitu, produksi antibodi) terhadap KHV.  Sebuah tes positif ELISA atau VN untuk KHV menunjukkan bahwa ikan telah menghasilkan antibodi terhadap KHV dan baik mengalami wabah atau carrier.  Namun, sel-sel kekebalan tubuh memproduksi antibodi-waktu untuk menjadi aktif, dan dari waktu ke waktu, jika ikan tidak lagi sakit, KHV-spesifik-antibodi produksi dapat memperlambat atau berhenti.  Oleh karena itu, ELISA atau VN mungkin tidak dapat mendeteksi antibodi terhadap KHV jika infeksi terjadi tahun sebelum atau jika ikan belum punya waktu untuk memproduksi antibodi.
 Hasil tes negatif dengan baik langsung maupun tidak langsung tidak selalu berarti ikan tidak carrier.  Tidak ada tes yang definitif mendeteksi semua operator atau selamat.
Selain itu juga diagnosis Penyakit KHV dapat dilakukan melalui pendekatan :
v  Gejala klinis
v  Diagnosis Laboratoris
1. Gejala Klinis
            Adapu tanda-tanda ikan yang terserang KHV :
1 Gerakannya tidak terkontrol
2 Megap-megap
3 Nafsu makan menurun
4 Kulit melepuh
5 Insang geripis pada ujung Lamella kemudian membusuk
6 Terjadi kematian massal dalam 1-5 hari.
2. Diagnosis Laboratoris
          Adapun diagnosa laboratoris terdiri atas:
1. Isolasi virus
2. Identifikasi melalui Bioassay, histopatologi Mikroakop electron, PCR (Polymerase Chain Reaction)
Bioassay
Teknik Diagnosis ini, selain dapat mengetahui patogen utama juga dapat diperoleh informasi beberapa sifat biologis diperoleh informasi beberapa sifat biologis patogen antara lain :
a. Mekanisme transmisi secara horizontal,
b. Virulensi dan masa inkubasi,
c. Inang spesifik dan non spesifik.
Pengendalian dan pencegahan
Apabila serangan diikuti dengan infeksi bakterial berupa borok, dapat digunakan antibiotik yang diijinkan untuk mengobati infeksi sekunder tersebut melalui suntikan intra muscular.
            Mengingat penyakit yang disebabkan oleh virus ini belum dapat diobati, maka penanggulangannya dititikberatkan pada pencegahan terjadinya serangan penyakit terhadap ikan yang belum tertular.  Pencegahan tersebut dilakukan dengan pemberian vitamin C yang dicampurkan ke dalam pakan dengan dosis 500 mg dalam setiap kilogram pakan yang diberikan selama pemeliharaan.
·    Teknik pengendalian
Munculnya penyakit pada ikan umumnya merupakan hasil interaksi yang kompleks anatara 3 ( tiga ) komponen dalam ekosistem perairan yaitu :
1.     Ikan yang lemah
2.     Kualitas lingkungan yang buruk
3.     Patogen yang ganas
Maka strategi mangemen kesehatan ikan harus difokuskan pada upaya pembenahan ke komponen tersebut antara lain :
1. Penyediaan benih bermutu
2. Eradikasi patogen
3. Pengelolaan Lingkungan Budidaya
·    Pengelolaan Lingkungan Budidaya
1. Lokasi Kolam
Harus bebas pencemaran limbah (industri rumah tangga, pertanian) dengan cara memfilter air yang akan masuk kolam.
2. kawasan Bebas Kebersihan
Produksi dalam satu hamparan kolam dan ditentukan oleh kesadaran, kesamaan dan kedisiplinan pembudidaya dalam menerapkan teknik budidaya yang benar.
3.  Sistim Budidaya
1. Sistem Budidaya polikultur merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk mengurangi resiko infeksi KHV misal ikan mas, nila gurami.
2. Mengurangi kepadatan akan memperkecil peluang terjadinya penularan dan penyebaran penyakit  KHV.
3. Mengatur suhu air atau memindahkan ikan  ke lokasi yang bersuhu lebih tinggi dari 27oC atau lebih rendah dari 22oC.
4. Pengendalian KHV di Perairan Umum (KJA) dapat dilakukan melalui penggunaan benih bebas KHV, peningkatan mutu pangan,  penggunaan imunostimulan termasuk vitamin C serta mengurangi kepadatan. Apabila ini tidak berhasil ikan segera dipanen dan dimusnahkan.
Monitoring Kesehatan Ikan
          Kegiatan Monitoring dimaksudkan untuk mengetahui serangan KHV secara   dini secara dini serta faktor-faktor yang memicu terjadinya serangan tersebut, sehingga monitoring harus dilakukan secara berkala.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam Penanggulangan KHV
1.  Pilih  benih yang berasal dari daerah yang masih bebas KHV.
2.  Melaporkan sesegera mungkin  kepada petugas Dinas Perikanan atau instansi terkait setempat bila terjadi kasus KHV.
3. Periksakan benih ikan sebelum ditebarkan ke laboratorium Uji yang dilengkapi alat PCR.
4.   Eradikasi Patogen / Kegiatan pemusnahan virus dari media pembawa (air dan ikan)
5.   Pengelolaan Lingkungan Budidaya
*  Memperbaiki sistim Budidaya
*  Monitoring Kesehatan Ikan dan Lingkungan
6.   Mencegah penyebaran virus melalui media pembawa, terutama ikan sakit dan sarana transportasinya.
·    Pencegahan
Karantina adalah metode yang paling diandalkan untuk menghindari pengenalan patogen dalam sebuah kolam atau fasilitas.  Untuk menerapkan prosedur karantina yang efektif, semua ikan baru harus disimpan dalam sistem yang terpisah, idealnya di gedung yang berbeda atau daerah dari ikan penduduk.  Resident ikan harus diberi makan, ditangani, dan dipelihara sebelum ikan baru.  Ikan dikarantina membutuhkan peralatan khusus seperti jaring, ember, dan selang menyedot yang digunakan hanya untuk mereka.  Selain itu, mandi mencuci kaki dan tangan harus digunakan oleh siapa saja memasuki dan meninggalkan area karantina.  Ikan harus dikarantina untuk minimal 30 hari.
 Khusus untuk KHV, koi baru harus dikarantina dalam air yaitu 75 ° F (24 ° C) selama minimal 30 hari.  Di akhir periode karantina, setiap ikan yang sakit harus diperiksa oleh seorang dokter hewan dan / atau laboratorium diagnostik untuk menyingkirkan KHV atau penyakit lainnya.  Jika semua ikan tampak sehat, sampel darah harus dikumpulkan dari ikan dikarantina dan diajukan untuk deteksi antibodi baik menggunakan metode ELISA atau VN.
          Pada akhir periode karantina dan sebelum menempatkan ikan bersama-sama, tempat koi baru dengan beberapa koi dari populasi didirikan di daerah yang terpisah jauh dari sisa populasi didirikan dan menonton mereka tanda-tanda penyakit.  Ini "test" dapat membantu menentukan dengan sejumlah kecil ikan apakah menempatkan dua populasi karantina bersama-sama berikut ini bisa menimbulkan masalah.  Sayangnya, tidak ada jaminan.











REFERENSI
Http://www.koihealth.org/


Management of the Deep Carious Lesion

Senin, 11 April 2011

Management of the Deep Carious Lesion

Besse tenri Awaru1,Christine Rovani2
PPDGS Konservasi1,Bagian konservasi2
Universitas Hasanuddin

Abstract: Management of deep carious lesion constitute a real challenge,because we have to provide pulp protection.Various treatment concepts have been suggested to solve the deep carious lesion. The aim of this paper  have presented two methods for the clinical management of deep carious lesion, indirect pulp capping and stepwise excavation.Stepwise excavation is more conservative treatment for deep carious lesion, which is minimally invasive and reduces  the risk of pulp exposure.
Keywords: deep carious lesion, pulp capping, step-wise excavation
Abstrak : Perawatan  lesi karies dalam merupakan tantangan, karena kita harus memberi perlindungan pada pulpa. Berbagai macam perawatan telah disarankan untuk menangani lesi karies dalam.. Tujuan dari tulisan  ini adalah menyajikan dua metode untuk penanganan klinis dari lesi karies dalam, yaitu pulp capping indirect dan stepwise excavation.Stepwise excavation adalah perawatan lesi karies dalam yang lebih konservatif, minimal invasif dan mengurangi risiko terbukanya pulpa.
Kata kunci : lesi karies dalam, pulp capping, step-wise excavation

SUMMARISE DRUG THERAPY NEONATAL HYPERBILIRUBINEMIA

Jumat, 01 April 2011

            Neonatal hyperbilirubinemia merupakan hasil sebelum produksi bilirubin pada  bayi baru lahir, dan kemampuan yang terbatas dalam  mengeluarkannya. Bayi, khususnya bayi prematur, punya kadar produksi bilirubin lebih tinggi daripada dewasa, karena pergantian sel-selnya lebih tinggi dan jangka hidup yang lebih pendek. Pada bayi baru lahir, bilirubin tidak terkonjugasi tidak siap dikeluarkan,  dan kemampuan mengubah bilirubin terbatas. Bersamaan dengan keterbatasan ini mendorong kearah fisiologi penyakit kuning. Konsentrasi bilirubin serum yang tinggi di hari pertama pada bayi (dan meningkat pada minggu pertama di bayi prematur).

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

Kamis, 31 Maret 2011


BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
. PENDAHULUAN
Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat yang bisa membuat sulit buang air kecil.Hipertrofi prostat benigna / pembesaran prostat jinak merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas,namun ada juga peningkatan yang cepat dan kontinyu sampai usia akhir 30an.1
Hipertrofi prostat benigna timbul dalam jaringan kelenjar periurethral, yang terlibat tanpa fungsi penting prostat atau tanpa asal keganasan. Jaringan kelenjar periuretral meluas dan bagian prostat yang tertekan disebut kapsula bedah. Jaringan hiperplastik bisa terdiri dari satu diantara lima pola histologi : stroma, fibromuskular, muskular, fibroadenomatosa dan fibromioadenomatosa.